Korupsi...
mungkin kata ini tak asing lagi ditelinga kita bahkan telah menjadi santapan
penglihatan dan pendengaran kita setiap hari. Tindakan korupsi ini telah mengakar dan tumbuh
berkembang di negara kita dan yang lebih miris dan menyedihkan lagi kebanyakan dari pelaku korupsi ini merupakan
kaum muslim yang notabenenya melarang perbuatan tersebut karena merupakan
perilaku tercela.
Koruptor
sama halnya dengan pencuri, namun kata koruptor lebih terkenal untuk kalangan
elit/pejabat. Menurut hasil survey yang
dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen dari 146 negara,
tercatat data 10 besar negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup dan
Indonesia berada dalam peringkat ke-5
negara terkorup sedangkan dalam tingkat
Asia-Pasifik negara kita berada dalam peringkat pertama. Nyatanya hasil
survey tersebut sangat menyedihkan jika kita selami. Mengapa demikian? Kita
tahu bersama indonesia merupakan salah satu negara muslim terbesar di dunia, namun
apa yang terjadi malah sebaliknya indonesia menjadi salah satu negara terkorup
di dunia bahkan menjadi no. 1 di asia pasifk.. na’udzubillahi min dzalik.
Lantas
apa yang menyebabkan hal itu semua bisa
terjadi? apa ini semua salah dari pemerintah yang acuh tak acuh dalam mengatasinya atau
pribadi itu sendiri yang pura-pura tidak
tahu selalu mencuri uang yang bukan haknya?? Lalu solusi apa yang dapat kita lakukan untuk
menghasilkan generasi anti korupsi?? Sungguh ini merupakan pertanyaan yang besar buat kita sebagai bangsa indonesia yang mayoritas warganya kaum muslim.
Sebagai
pribadi alangkah bijaknya bila sebelum menyalahkan orang lain kita dapat
terlebih dahulu berkaca seperti apa pribadi kita, kita tidak bisa menaruh kesalahan
sepenuhnya kepada pemerintah. Sebab tindakan korupsi merupakan suatu tindakan
yang berasal dari pribadi itu sendiri bukan dari pemerintahnya.
Jika
melihat pemimpin kita saat ini, sangat jauh berbeda dengan para pemimpin terdahulu.
Mengapa demikian?? Jawabannya adalah para pemimpin dahulu mengerti dan paham
atas amanah yang mereka diberikan, apapun tindakan yg mereka lakukan sesuai
dengan petunjuk Al-Qur’an dan AsSunnah, mereka tahu segala apa yang mereka
lakukan di dunia akn dipertanggungjawabkan di Akhirat kelak.
Lalu
bagamana dengan pemimpin kita saat ini?? Sungguh setetes airpun tak sampai jika
dibandingkan dengan para pemimpin terdahulu Ini disebabkan pemimpin kita saat
ini sangat jauh dan tidak lagi berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Amanah
yang diberikan tidak lebih dari sebuah
kesempatan untuk memperkaya diri mereka, tak peduli dengan masyarakatnya. Ibadah
tidak lebih dari pengguguran dari sebuah
kewajiban yang harusnya menjadi kebutuhan seorang muslim. Dan inilah indikasi bahwa bangsa kita telah jauh dari pedoman
hidupnya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Di dalam
Al-Quran telah jelas pelarangan sifat khianat dalam
surah Al-Anfal ayat 27, Allah subhanallahu
wa ta’ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui."
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda "Tidak sempurna agama seseorang, kalau
dia tidak bisa menjaga dan memelihara "amanah".
Menjadi Pemimpin
Berarti Menjalankan Amanah. Dan
semuanya akan dimintai pertanggungjawaban kelak.
Dalam sebuah hadist dinyatakan bahwa:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن رسول
الله صلى الله عليه و سلم قال: ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته فالإمام الاعظم
الذي على الناس راع وهو مسؤول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عن
رعيته والمرأة راعية على أهل بيت زوجها وولده وهي مسؤولة عنهم وعبد الرجل راع على
مال سيده وهو مسؤول عنه ألا فكلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
artinya:
Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa
Rasulullah, SAW telah bersabda, “Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin
(pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai
pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimmpinnya. Suami adalah pemimpin
bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang keluarga yang
dipimpinnya. Isteri adalah pemelihara rumah suami dan anak-anaknya. Budak
adalah pemelihara harta tuannya dan ia bertanggung jawab mengenai hal itu. Maka
camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akan dituntut (diminta
pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya.”
Membahas
masalah ini, saya terkenang oleh sebuah pemimpin di masa lampau yang berhasil
menciptakan kesejahteraan untuk masyarakatnya. Ialah sosok Umar Bin Abdul aziz bin Marwan bin Hakam, yang
dilahirkan pada tahun 61 H dari rahim seorang perempuan bernama Laila Binti
‘Asim bin Umar bin Khattab RA.
Seorang pemimpin yang berakhlak mulia yang rela menahan laparnya demi memenuhi
kebutuhan masyaraktnya. Predikat Kemewahan dibuang dalam kehidupannya. Harta-hartanya
dibawanya ke baitulmal kemudian beliau hidup seperti rakyat biasa Aset
pemerintahan digunakan seperlunya saja, diluar dari masalah kedinasan beliau
tidak memakai aset pemerintah. Keadilan dan
kesejahteraan merata dan tidak
ada yang mau menerima sedekah karena hidup
mereka menjadi makmur. Sebelum diangkat menjadi Khalifah, kekayaannya
berjumlah 400 ribu dinar. Setelah wafat,
kekayaannya justru berkurang sehingga hanya menjadi 400 dinar.
walaupun beliau memerintah hanya 2
tahun lamanya namun beliau telah mampu mengubah sistem pemerintahan
ke arah yang diridlai Allah SWT. Subhanallah sungguh cerita yang sangat mengagungkan.
Benarlah adanya
perkataan Rasulullah jika kita merujuk pada masa kekkhalifahan umar bin abdul
aziz yaitu : “apabila pemegang amanah
ini dapat melaksanakan amanahnya dengan
baik, maka dunia akan damai dan sejahtera.
Lantas apa yang
dapat kita lakukan untuk menghentikan arus korupsi ini dan menghasilkan
generasi muslim anti korupsi.
1. Kembali kepada Al-qur’an dan As-Sunnah
Tentu Solusi
utamanya kembali berpegang teguh pada Al-Quran dan As Sunnah sebagai pedoman dalam bertindak
dalam menjalani hidup ini. Selalu menghadirkan rasa takut bahwa pengawasan
Allah selalu meliputi kehidupan kita.
2. Memperbaiki diri sendiri
untuk
melakukan perbaikan tidak serta merta langsung merujuk pada negara tersebut
melainkan dimulai dari diri pribadi sendiri. Maka langkah pertama yang
harus di lakukan adalah membersihkan diri sendiri. Menjauhkan diri dari tindakan korupsi sekecil apa pun,
karena dari yang kecil itu lama-lama menjadi besar.
3. Memperbaiki ahkak dalam keluarga
Menanamkan budaya
antikorupsi sejak dari lini terkecil yang baik kepada . Orang tua yang
korupsi, pasti akan menghasilkan anak-anak berakhlak buruk karena diberi makan
dari hasil korupsi. Bangunan yang baik ialah bangunan yang mempunyai pondasi yang kokoh dan kuat. Begitupula jika kita ingin menghasilkan
generasi yang baik jauh dari korup maka hal pertama yang harus dilakukan sebagai orang tua adalah memperbaiki akhlak
kita sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan
As-Sunnah. Maka Insya Allah dengan izinNya kita dapat mencapai predikat muslim
anti korupsi.
4.
Berkaca
pada Pemimpin-pemimpin jujur
Menjadikan pemimpin-pemimpin jujur sebagai suri teladan
untuk dicontoh perilaku mereka dalam keseharian contohnya khalifah Umar bin
Abdul Aziz.
5. Hukuman
Kembali kepada Al-qur’an berarti
kembali pada hukum-hukum Allah. Dalam Al-Qur’an telah jelas menjelaskan bahwa
pelaku pencuri akan dihukum Qisos hukuman potong jari/tangan agar dapat
memberikan efek jera. Hukuman untuk
pencuri sudah pasti korupsi.
Saya ingin mengutip sebuah
hadist “ Dari Abu Barzah bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :"Tidak akan bergeser
kedua kaki anak adam pada hari kiamat sebelum ditanya tentang 4 perkara:
Tentang
Umurnya untuk apa dia habiskan?
Masa
mudanya untuk apa ia gunakan?
Hartanya
darimana ia peroleh & kemana ia belanjakan?
Dan
ilmu apa yang telah ia amalkan?
( HR. Tirmidzi)
Semoga dari solusi diatas dapat membuahkan
generasi-generasi muslim anti korupsi yang selalu menghadirkan rasa khauf pada Rabbnya dalam setiap detik nafasnya.
--------Selamat Mencoba ----------
Mau dapat info2 tentang islam,, klik disini aja www.muslimedianews.com Insya Allah banyak artikel yg sangat bermanfaat buat kita...Take Do It :)